Saturday, May 10, 2008

SUMBER-SUMBER PENDAPATAN NEGARA

SUMBER-SUMBER PENDAPATAN NEGARA
oleh: masrokhin

Prolog.
Membahas bagaimana bentuk negara Islam dan mencari formulasi negara Islam sebagai format acuan akan sangat sulit dicapai. Karenanya, unsur–unsur yang membangunnya pun jika didiskusikan akan mengundang pertentangan ilmiah dan beda kepentingan. Sejak semula Al-Qur'an tidak memberikan konsep tentang negara, melainkan konsep tentang masyarakat. Perbedaan ini harus diingat dalam perdebatan tentang negara Islam. Ada perbedaan pandangan tentang konsep negara dan masyarakat politik. Ali Abd al-Raziq berpendapat bahwa Islam tidak pernah mengklaim suatu bentuk pemerintahan duniawi; hal ini diserahkan untuk dipikirkan secara bebas oleh pemeluk-pemeluknya.
Di pihak lain, ada pula pendapat yang umumnya dianut oleh ulama kita, bahwa agama dan politik merupakan dua hal yang tak dapat dipisah-pisahkan dalam Islam. Namun, persoalannya menjadi sangat kompleks dan berjalin dengan berbagai faktor sehingga sangat sulit dipadukan begitu saja dengan pendapat lain.
Karenanya, terlepas dari ada tidaknya format negara Islam beserta sumber-dukung berdirinya suatu negara Islam, tulisan berikut ini akan membicarakan pokok bahasan negara Islam dengan mengambil pokok pembicaraan pada (1) sumber-sumber pendapatan negara menurut Islam (2) pendapatan negara di Indonesia ditilik dari mayoritas rakyat Indonseia yang muslim dan (3) pelopor kebijakan aturan Islam dalam hal APBN.

1. Zakat
Zakat pada ayat Mekah masih bersifat umum tentang tata cara pelaksanaan zakat termasuk juga apa yang dizakati dan berapa nisobnya. Pada ayat Madinah ayat zakat sudah spesifik termasuk menjelaskan siapa yang berhak menerima zakat. Zakat fitrah diwajibkan pada tahun 2 hijrah bersamaan tahun dengan diwajibkannya puasa Romadlan. Berikutnya zakat maal juga diwajibkan.
Zakat mengandung dua dimensi, yaitu ibadah dan sosial. Dengan demikian alasan kewajiban zakat harus rasional (ma`qulat) bukan hanya devosional (ta`abbudi) yaitu setiap yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah sesuatu yang dapat berkembang (al-nama’) atau siap dikembangkan.
Syarat zakat: 1) unsur al-maliyah atau al-iqtisodiyah (ekonomis, artinya mempunyai nilai tukar). 2) al-nama’ atau al-istinma’ (produktif atau dapat diproduksikan ) 3) al-milk al-tam 4) al-kharij ‘an al-hawaij al-ashliyah (diluar kebutuhan primer 5) al-salamah min al-dayn (diluar hutang) 6) tamam al-hasad (mencapai satu nisob) 7) hawlan al-hawl aw tamam al-nisab (mencapai satu tahun atau mencapai panen sempurna)
Jika ada pendapatan yang sudah memenuhi tujuh unsur tersebut, baik berupa hasil profesi atau hadiah atau warisan maka wajib zakat.
2. Ghanimah
Sumber pendapatan negara yang kedua adalah ghanimah (rampasan perang) gahnimah adalah harta yang diperoleh oleh orang-orang islam dari orang musyrik melalui peperangan.
Awalnya menurut al-Anfal 41, ghanimah dibagi menjadi lima bagian, yaitu empat bagian diberikan kepada tentara yang ikut berperang dan satu bagian lainnya dibagi menjadi seperlima lagi untuk nafkah rosul, diberikan kepada kerabat rasul, diberikan kepada anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibn sabil. Sepninggal rasul harta bagian ghanimah digunakan untuk kepentingan umum.
Sementara Ibn Abbas membagi ghanimah menjadi enam bagian (1) bagian untuk Allah digunakan untuk kemaslahatam ka’bah. 2) bagian untuk kerabat rasul. 3) bagian untuk anak-anak yatim 4) orang-orang miskin. 5) Ibn sabil dan 6) sokongan kepada ahl al-radkh dan ahl-al-zimmah. Ahl al-radkh adalah mereka yang hadir dalam peperangan akan tetapi tidak memperoleh bagian. Dengan melihat pendapat ulama tentang khums yang variatif maka disimpulkan bahwa hal itu bergantung pada kebijakan negara.
3. Fai’
Sumber pendapatan negara yang kedua adalah fai’. Fai’ adalah harta yang diperoleh dari orang-orang non-muslim tanpa melalui peperangan. Termasuk harta fai’ adalah juga termasuk tanah dan benda tidak bergerak lainnya.
Tentang alokasi fai’, al-Qurtubi mengutarakan pendapat Malik bahwa hal itu terserah kepada kebijakan negara tanpa ada ketentuan pasti.
4. Jizyah
Jizyah diberlakukan sebagai pendapatan negara pasca turunnya al-Tawbah 29. Secara definitif jizyah berartri pajak kepala yang dipungut pemerintahan Islam dari orang-orang bukan Islam.
Jizyah dari non-muslim menyerupai zakat bagi muslim. Hal demikian karena tiap-tiap warga negara yang memberikan bantuan tertentu, abg imbangan dari pada hak-hak yang dinikmatinya dari negara. Apabila warga non-muslim masuk Islam maka gugurlah kewajiban jizyahnya dan ia ganti dikenakan zakat. Dari titik tolak seperti ini, jizyah tidak dapat menyatu bersama zakat pada diri seorang warga negara dalam sistem perpajakan Islam.
5. Kharaj
Sumber pendapatan negara berupa kharaj belum ada pada masa Rasulullah. Ia mulai digali pada masa Umar bin al-Khattab. Kharaj adalah pungutan yang dikenakan atas bumi atau hasil bumi.
Dua istilah kharaj dan jizyah mempunyai arti umum, yaitu pajak dan mempunyai arti khusus dimana kharaj berarti pajak bumi dan jizyah berarti pajak kepala. Arti khusus yang membedakan antara keduanya inilah yang ada pada masa-masa awal Islam. Di Indonesia kharaj termasuk pada pajak bumi dan bangunan.
Umar bin al-Khattab adalah orang pertama yang membangun lembaga kharaj dalam Islam. munculnya lembaga kharaj dalam Islam diaklibatkan dari pandangan umar yang jauh ke depan demi mengantisipasi supaya terpenuhinya kesejahteraan dan kemaslahatan masyarakat.
Penentuan tarif kharaj didasarkan pada faktor-faktor; a) kapasitas tanah, subur dan tidaknya, b) jenis tanaman, c) metode irigasi , d) letak tanah dan e) kemampuan pemilk tanah. Dengan demikian besar kecilnya kharaj diserahkan pada keputusan negara.
6. ‘Ushur: Bea masuk dan Bea keluar
‘Ushur adalah kata jamak dari kata tunggal ushr, sepersepuluh. ‘Ushur adalah pajak yang dikenakan pada harta benda perdagangan, berkenaan dengan perlintasan batas-batas negara. Ia sebanding dengan pajak pabean (daribah al-jumrukiyah) pada masa sekarang.
‘Ushur tiadk sama dengan ushr. ‘Ushur adalah pajak perdagangan sedang ushr adalah zakat yang dikenakan pada hasil bumi yang dikenal dengan zakat zuru’. Perbedaan ‘Ushur dan ‘ushr terletak pada tiga sudut pandang:
a) Dari sudut dalil, ‘ushr berdasar pada al-Qur'an, hadis dan ijma` sedang ‘ushur berdasar pada dalil ijtuhad.
b) Dari segi obyek. Obyek `ushr adalah hasil bumi sedang obyek `ushur adalah barang-barang dagangan.
c) Dari segi subyek. Subyek yang menerima kewajiban `ushr adalah orang Islam sementara subyek `ushur adalah orang Islam, dzimmi dan musta`min.
Sejak zaman jahiliyah sudah ada `ushur yang lazim dilakukan oleh raja-rajadi tanah arab maupun di tanah ‘ajam. Dalam sejarah Islam orang yang pertanma kali melembagakan `ushur adalah Umar bi al-Khattab, yaitu setelah negara berkembang luas dengan banyaknya daerah pendudukan. Diantara penghuninya dl warga negara asing yang menguasai perdagangan, terutama masuknya warga negara asing yang membawa barang operdaganagn yang diperdagangkan dengan negara Islam dan mereka memperoleh keuntungan yang banyak.
Hal ini mengndang pemerintah untuk memungut l\pajak atas dagangan mereka sehingga menigulkan pajak baru. Lahirnya macam pajak baru berarti menambah sumber pendapatan negara. Sistem `ushur inilah yang dipergunakan oleh sitem bea keluar masuk pabean pada masa sekarang ini.
Mengingat kebijakan umar ini adalah untuk menciptakan kemaslahatan umum dan hukumnya tidak ada dalil khusus yang menyebutnya maka maka dasar hukumnya dapat disimpulkan adalah maslahah mursalah.
`Ushur bukan zakat. Ia adalah pajak dengan alasan sebagai berikut: 1) `ushur dipungut dari muslim dan non-muslim. 2) `ushur hanya dipungut dari harta yang kelihatan yang dibawa melewati badan kepabeanan 3) `ushur hanya dipungut dari barang dagangan yang disirkulasikan melalui daerah pabean 4) `ushur dapat dipungut berkali-kali dalam satu tahun 5) jika `ushur adalah zakat maka orang akan berlomba menegluarkannya 6) zakat diterangkan sebagai hal yang fardlu dan dirinci oleh Rasulullah sedang `ushur ditetapkan pada masa Umar bin al-Khattab. Zakat adalah ibadah. Kalau `ushur adalah zakat berarti ia adalah ibadah. Penetapan ibadah tidak bisa menjadi wewenang Umar, karena hal itu hanya menjadi wewenagn Allah dan Rasul-Nya.

Penutup
a) Perolehan sumber-sumber pendapatan negara bergantung pada kebijakan negara disebabkan tidak adanya aturan pasti dalam Islam dan berkembangnya daerah-daerah kekuasaan. Demikian juga pentarifan sumber-sumber pokok kontributor pendapatan negara selain zakat.
b) Di Indonesia, yang juga dikategorikan sebagai negara Islam dilihat dari kwantitas rakyatnya yang memeluk Islam, sumber pendapatan negara jika menganut sebagaimana ketentuan Islam, maka yang termasuk didalmnya hanyalah kharaj yang dipersamakan dengan Pajak Bumi dan Bangunan dan `ushur yang dipersamakn dengan bea cukai kepabeanan. Sementara zakat tidak masuk sebagai kontributor sumber pendapatan negara karena di Indonesia lembaga zakat tidak ditangani oleh negara dan yang umum berlaku hanyalah zakat fitrah yang tarifnya sangat sedikit.
c) Pelopor pengembangan perolehan sumber-sumber pendapatan negara dan peletak tata aturan anggaran pendapatan dan belanja negara dalam Islam adalah karena ijtihadnya yang mengantsiipasi perkembangan pemekaran wilayah negara dan demi kemaslahatan umat.
DAFTAR BACAAN
1. ash-Shiddieqy, Hasbi, Asas-Asas Hukum Tata Negara Menurut Syari’ah Islam, Matahari Masa, 1969.
2. ----------, Ilmu Kenegaraan Dalam Fiqh Islam, Bulan Bintang, Jakarta, cet I.
3. Djazuli, H.A., Fiqh Siyasah, edisi 2, Prenada Media, Jakarta, 2003.
4. Ibn Taimiyah, Ahmad bin Abdul Halim, al-Siyasah al-Syar`iyah, Maktabah Malik Fahd, Riyadh, 1419 H.
5. Khalaf, Abd, Wahab, al-Siyasah al-Syar’iyyah, Dar al-Anshar, Kairo, 1977.
6. al-Mawardi, Abu Hasan, Al-Ahkam al-Sulthaniyah wa al-Wilayah al-Diniyah, Musthafa al-Babi al-Halabi, Mesir, cetakan III.
7. Permono, Sjechul Hadi, Islam Dalam Lntasan Sejarah Perpolitikan Teori Dan Praktek, Aulia, Surabaya, cet-I, 2004.
8. Yafie, Ali, Menggagas Fiqh Sosial, Mizan, Bandung, cetakan I, 1994.

2 comments: