Tuesday, March 24, 2009

Kata Ganti

DHOMIR (KATA GANTI)
Pembuka
Sekedar pengingat, ini salah satu bagian dari ilmu yang kian hari kian dilupakan orang. Dilupakan. Dilupakan. Dilupakan. Tidak menarik, gitu-gitu aja, buat apa, susah dipelajari dan ungkapan-ungkapan lain yang tidak kurang relatif seragam dengan inti kata : males nyinauni. Bukan orang “umum” yang melupakan, tetapi mereka, kita, me and us, yang berlatar pesantren.

Dan ini sangat tidak wajar (atau wajar ?) untuk kita yang sudah sampai pada jenjang konsentrasi pendidikan dengan judul JURUSAN “Pemikiran” yang nota bene sudah memikirkan apa yang di awang-awang. Hampir-hampir sudah sangat lupa pondasi ilmu alat seperti ini. Yang prodi pemikiran hukum Islam apalagi. Mahasiswa perguruan tinggi Islam apalagi. Mikirnya sudah hampir nyundul bintang, ketika kena “ketahuan kropos pondasinya” pada ilmu alat, entheng mengelak “itu tidak penting”. “Tidak penting gundulmu” kata saya. Kalo pondasimu keropos, bangunanmu yang (maunya) menjulang pasti rapuh. Seingate inyong, al-Qur’an mengingatkan kudune muslim itu ka syajarotin thoyyibatin, ashluha tsabit wa far’uha fis sama’ akarnya kuat menghunjam, manfaatnya nyata ke mana-mana.
Kali ini tentang isim dhomir, tulisan berikutnya tentang manfaat belajar sighot. Insya Allah, karena ini menjadi hiburan di sela-sela menyelesaikan thesis.

ISIM DHOMIR
Saya katakan isim dhomir itu seperti intelejen atau reserse. Tidak selamanya tugas dapat diselesaikan dengan isim dhohir yang artinya berseragam dinas. Kadang harus melepas seragam untuk dapat berhasil. Begitu pun isim dhomir. Dia harus ada karena mungkin saja isim dhohir tidak boleh muncul di situ.

Reserse yang melepas seragam ketika melakukan penyelidikan sama dengan dhomir mustatir, harus melepas seragam (mustatir wujub) atau boleh melepas dan boleh tetap berseragam (mustatir jawaz). Dhomir bariz muttasil mirip dengan reserse yang melepas seragam. Meskipun dia tida berseragam polisi tetapi dia tetap polisi. Sedangkan orang yang bukan polisi kemudian direkrut untuk membantu tugas polisi mirip dengan dhomir bariz munfashil. Tidak punya hubungan, tetapi kudu melapor.
Isim dhomir merupakan kalimat yang mabni. Dhomir ada dua, yaitu mustatir dan bariz (dhomir yang tersembunyi dan dhomir yang terlihat), ada yang terletak di dalam kalimat fi'il (muttasil) dan ada yang terpisah dari kalimat (munfasil)
Dhomir mustatir adalah dhomir yang tanda adanya dhomir itu tidak terlihat dalam kalimat. Misalnya unshur. Pada kalimat ini ada dhomir (yaitu anta) tetapi dalam kalimat unshur tidak ada tanda adanya dhomir anta

Sedikit persoalan tentang “tanda adanya dhomir itu tidak terlihat”. Ini istilah yang saya pake untuk menjabarkan arti mustatir = tidak terlihat. Penggambaran dengan “tidak terlihat” betul-betul tidak disetujui oleh pak Hada’. Seharusnya adalah tanda dhomir terucapkan atau tidak terucapkan (talafudz), bukan terlihat-tidak terlihat. Argumennya adalah:

Nahwu itu berurusan dengan apa yang diucapkan oleh orang Arab -yang punya bahasa yang kita sedang bicarakan. Jadi, urusannya adalah talafudz atau tidak talafudz.
Argumennya saya yang menggunakan “terlihat - tidak terlihat adalah:
Nahwu itu urusan pembacaan tulisan, bahkan sampai bagaimana tulisan tanpa harokat bisa dibaca dengan benar. Dan ini adalah kaidah, jika dalam ulumul qur’an dikaji dalam bab, rasm atau sedikitnya dibicarakan dalam khat. Artinya, tentang tulisan bukan tentang suara. Rasm dalam bahasa saya adalah memindah bahasa audio ke bahasa visual, minal manthuqoh ilal mar`iyyah. Misalnya adalah ketika orang mengucap “meja” (dan ini audio), maka jika dirasmkan (divisualkan) dengan huruf latin akan terlihat M E J A.

Karena itu ketika orang melihat isim mufrod dengan i’rob nashob, maka akan “melihat” tanda alif dipasang untuk menunjukkan bahwa ini dibaca nashob. Alif dalam nashob jelas dilihat, bukan diucapkan. Begitu pula dalam ilmu tajwid. Saya bisa mengatakan di sana bahwa ini adalah alif mad (tanda bacaan untuk diucapkan dengan lebih panjang) dan ini adalah alif nahwu (tanda untuk dilihat bahwa ini adalah kalimat anu). Sayang, diskusi tentang dilihat atau diucapkan ini belum selesai. Inilah tradisi Tebuireng : dalam satu meja perdiskusian berbeda pendapatlah. Tetapi ketika keluar dari forum, sudah menemukan “satu” yang dihasilkan. Eh, ternyata saya belum menemukan yang satu itu.

Lanjut. Kedudukan dhomir mustatir pasti dalam posisi mahal rofa' sebagai fa'il atau naibul fa'il. Dalam dhomir mustatir, tersembunyinya si dhomir ada yang tidak mungkin ditampakkan (mustatir wujub) dan ada yang mungkin ditampakkan (mustatir jawaz)
Yang tersembunyinya tidak mungkin untuk ditampakkan (mustatir wujub) artinya adalah bahwa dhomir yang dimiliki oleh fi'il tidak dapat digantikan kedudukannya dengan isim dhohir. Sedangkan yang tersembunyinya mungkin untuk ditampakkan (mustatir jawaz) artinya adalah bahwa dhomir yang dimiliki oleh fi'il dapat digantikan kedudukannya dengan isim dhohir.

Mustatir wujub terletak pada :
1. Fi'il amar mufrod muzakar. Misale: Zaidun, unshur (hey, menolonglah sopo kamu). Ada dhomir anta pada kalimat ini tetapi dalam kalimat unshur tidak ada tanda adanya dhomir anta dan dhomir anta yang dimiliki (kembali pada) Zaidun dari unshur tidak bisa digantikankan oleh isim dhohir menjadi misalnya Zaidun, unshur Muhammadun (Hey, menolonglah sopo kamu sopo Muhammad). Dalam arti jelas salah karena yang dimaksud diperintah adalah Zaid tetapi terganti oleh Muhammad. Maunya anta tetapi dhomir si Muhammad adalah huwa. Dari sisi susunan juga salah. Kalimat fi’il jika sudah ketemu rafa’nya, maka selanjutnya adalah nashobnya bukan rofa’ ketambahan rofa’ lagi.

2. Fi'il Mudhori'
Mufrod muzakar mukhotob misale tanshuru (akan menolong sopo kamu). Ada dhomir anta pada kalimat ini tetapi dalam kalimat tanshuru tidak ada tanda adanya dhomir anta dan dhomir anta yang dimiliki oleh fi'il tidak bisa digantikankan oleh isim dhohir menjadi misalnya tanshuru Muhmmadun (Menolong sopo kamu sopo Muhammad). Maunya anta tetapi dhomir si Muhammad adalah huwa. Begitu seterusnya untuk contoh selainnya.
Mutakallim wahdah misale anshuru (Menolong sopo inyong). Ada dhomir ana pada kalimat ini tetapi dalam kalimat anshuru tidak ada tanda adanya dhomir ana dan dhomir yang dimiliki oleh fi'il tidak bisa digantikankan oleh isim dhohir menjadi misalnya anshuru abi (Menolong sopo inyong sopo bapake inyong)

Mutakallim ma'al ghayr misale nanshuru (menolong sopo kita). Ada dhomir nahnu pada kalimat ini tetapi dalam kalimat nanshuru tidak ada tanda adanya dhomir nahnu dan dhomir yang dimiliki oleh fi'il tidak bisa digantikankan oleh isim dhohir menjadi misalnya nanshuru Muhammadun (Menolong sopo kita sopo Muhammad). Jika misalnya Muhammadun yang seorang diganti dengan Muhammadun, Kholidun, Zaidun dan teman-teman sekalipun, maka dhomirnya adalah hum padahal yang seharusnya adalah nahnu.
Mustatir jawaz ada pada :

1. Fi'il madhi
Mufrod mudzakar ghoib misale nashoro (menolong sopo dia laki-laki satu). Ada dhomir huwa pada kalimat ini tetapi dalam kalimat nashoro tidak ada tanda adanya dhomir huwa tetapi dhomir yang dimiliki oleh fi'il bisa digantikan oleh isim dhohir menjadi misalnya nashoro Zaidun (Menolong sopo dia Zaid). Yang diminta adalah huwa Zaid juga berdhomir huwa¸ dan ini betul.

Mufrod muannats ghoibah misale nashorot (menolong sopo dia perempuan satu). Ada dhomir hiya pada kalimat ini tetapi dalam kalimat nashorot tidak ada tanda adanya dhomir hiya tetapi dhomir yang dimiliki oleh fi'il bisa digantikan oleh isim dhohir menjadi misalnya nashorot Hindun (Menolong sopo dia Hindun)

2. Fi'il mudhori'
Mufrod mudzakar ghoib misale Zaidun yanshuru. Ada dhomir huwa pada kalimat ini tetapi dalam kalimat yanshuru tidak ada tanda adanya dhomir huwa. Tetapi, dhomir huwa yang dimiliki (kembali pada) Zaidun dari yanshuru bisa digantikankan oleh isim dhohir menjadi misalnya Zaidun yanshuru abuhu (Utawi Zaid iku menolong sopo huwa bapake Zaid)

Mufrod muannats ghoibah misale Hindun tanshuru. Ada dhomir hiya pada kalimat ini tetapi dalam kalimat tanshuru tidak ada tanda adanya dhomir hiya. Tetapi, dhomir hiya yang dimiliki (kembali pada) Hindun dari tanshuru bisa digantikankan oleh isim dhohir menjadi Hindun tanshuru ummuha (Utawi Hindun iku menolong sopo hiyaa ibu'e Hindun)

DHOMIR BARIZ
Dhomir bariz adalah dhomir terlihat dalam kalimat atau tanda adanya dhomir itu terlihat dalam kalimat. Misalnya Qumta. Ta' menunjukkan bahwa dhomir yang tersimpan adalah anta. Akromaka, kaf menunjukkan bahwa dhomirnya adalah anta.
Dhomir bariz ada dua jenis, yaitu muttasil (bersambung dengan kalimat fi'il) dan munfasil (terpisah dengan kalimat fi'il)

Dhomir muttasil adalah dhomir yang tidak bisa dijadikan sebagai kalimat pembuka dan tidak bisa ditempatkan setelah illa. Misale qumta, tidak mungkin dibaca ta qum atau Ja'a attalamidzu illa ta.

Dhomir bariz munfasil adalah dhomir yang bisa dijadikan sebagai kalimat pembuka dan bisa ditempatkan setelah illa. Misale ana muslimun dan ma qama illa ana.
Dhomir bariz muttasil dibaca/berkedudukan dengan mahal rofa' misale nashorta (menolong sopo kamu) dan dibaca/berkedudukan dengan mahal nashob seperti akromani (memulyakan sopo dia ing inyong) dan dan dibaca/berkedudukan dengan mahal jer seperti marro bina (ketemu sopo dia dengan kita)

Dhomir bariz munfasil dibaca/berkedudukan dengan mahal rofa' misale ana-nahnu, hiya-huma dll sejumlah 12 dan dibaca/berkedudukan dengan mahal nashob seperti iyyaya iyyana iyyaka dll sejumlah 12 juga.
Dhomir bariz munfasil dengan mahal rofa' jika berada di awal jumlah, maka berkedudukan sebagai mubtada'. Sedangkan dhomir bariz munfasil dengan mahal nashob hanya berkedudukan sebagai maf'ul bih.

Penutup
Semoga bermanfaat.
Selengkapnya...