Wednesday, May 13, 2009

Sighot

Perubahan bentuk kalimat (sighot) dan pengaruh terhadap maknanya.

A. Fi'il madhi.


Fi'il madhi mempunyai makna bahwa perbuatan yang dilakukan telah terjadi.
Kasus :
Saya kemarin makan pagi dengan nasi pecel plus krupuk kentang. 100 % organik dari kebun sendiri, tanpa pupuk kimia.
Yang saya makan kemarin adalah nasi pecel plus krupuk kentang, hari ini saya sudah tidak bisa merubah menu makan pagi saya kemarin dengan nasi soto karena kejadian makan nasi pecel plus krupuk kentang sudah terjadi.
Fi'il madhi digunakan untuk menceritakan peristiwa kemarin dan otomatis pasti tidak bisa berubah lagi.
Kasus :
Falamma wadho'atha qolat robbi inni wadho'tuha untsa.......wa inni sammaytuha maryam.
Tata krama dari al-Qur'an, untuk memberikan nama kepada anak adalah setelah anak lahir. Tampak jelas dari bentuk berita tentang pemberian nama Maryam oleh ibunya dari kata wadho'at. Wadho'at adalah fi'il madhi sehingga memberikan makna telah terjadi proses kelahiran kemudian baru diberi nama. Samma (fi'il madhi) digunakan oleh ibunya Maryam karena dia menceritakan ulang apa yang telah dilakukannya, bukan dia telah menyiapkan nama (samma, fi'il madhi) sebelum anaknya lahir. Ketika Maryam lahir, bapaknya sudah duluan meninggal dunia sehingga yang memberi nama adalah ibunya.
Dari sini kita ambil sebagai kata kunci untuk mengingat bahwa madhi adalah tidak berubah-ubah yang dalam bahasa Nahwu disebut dengan mabni. Oleh karena itu, jelas semua fi'il madhi adalah tidak berubah atau mabni.
Untuk menentukan mabninya fi'il madhi, kita lihat jumlah huruf penyusun fi'il madhi yang minimal tiga huruf.
Misalnya kataba. Kalimat ini terdiri atas tiga huruf yaitu kaf ta' ba'. Yang dilihat yang mana mabninya adalah harokat pada huruf ba', apa pun huruf dan harokat pada huruf yang ada setelah huruf ba' itu. Oleh karena itu :
Kataba adalah mabni fathah (ba' berharokat fathah)
Katabaa adalah mabni fathah (ba' berakhiran fathah) sekalipun ada alif setelah ba'.
Katabuu adalah mabni dhommah (ba' berakhiran dhommah) sekalipun ada wawu dan alif setelah ba'.
Katabat adalah mabni fathah (ba' berakhiran fathah) sekalipun ada ta' sukun setelah ba'.
Katabataa adalah mabni fathah (ba' berakhiran fathah) sekalipun ada ta' berharokat fathah dan ada alif setelah ba'.
Katabna adalah mabni sukun (ba' berharokat sukun) sekalipun ada nun setelah ba'.

B. Fi'il Mudhari'


Fi'il Mudhari
' mempunyai makna bahwa perbuatan yang dilakukan sedang atau akan terjadi, boleh jadi masih berupa rencana. Karena perbuatan baru berupa rencana, sangat mungkin perbuatan dirubah atau gagal dilaksanakan. Dari sini kita ambil sebagai kata kunci untuk mengingat bahwa mudhori' adalah berubah-ubah yang dalam bahasa Nahwu disebut dengan mu'rob.
Sekalipun mudhori' bersifat rencana, kalo keinginan sudah dikuatkan hingga menjadi semacam janji, maka pekerjaan harus benar-benar (pasti) dilakukan. Atau rencana itu berkaitan dengan kelompok kaum wanita, rencana itu tidak layak untuk digagalkan. Rencana yang naik pangkat menjadi janji dalam bahasan ini adalah mudhori' yang disertai dengan nun taukid. Sedangkan yang berhubungan dengan perempuan, dalam bahasan ini adalah mudhori' yang disertai dengan nun niswah (nun yang menunjukkan makna perempuan). Dalam dua kasus ini, janji dan berurusan dengan perempuan, rencana tidak boleh digagalkan. Dalam bahasa nahwu disebut dengan mabni.
Makna mudhori adalah pekerjaan yang nanti akan dikerjakan. Kasus dalam hadis :
Idza qulta.... wal imamu yakhtubu faqod laghout. Siapa yang berhak jadi imam ? Mari kita artikan hadis ini." Kalo kamu berbicara kepada temanmu.... sementara orang yang akan menjadi imam (nanti) saat ini sedang berkhutbah.... Ini adalah makna yakhtubu, kalimat fi'il mudhori' yang bermakna sedang-akan.

C. Masdar

Masdar
kata yang mempunyai arti tersendiri dan tidak disertai waktu. Pengertian mudahnya, masdar adalah istilah untuk sesuatu yang merupakan hasil perbuatan.
Contoh Kasus:
Nabi Nuh adalah seorang nabi yang hebat. Namun sering dituduh sebagai orang tua yang gagal mendidik anak. Al-Qur'an bercerita tentang permohonan Nuh untuk dapat menyelamatkan sesorang yang dia katakan sebagai anaknya. Kata Tuhan, seseorang yang dia katakan sebagai anaknya adalah bukan anaknya. Al-Qur'an menceritakan bahwa si bocah yang nyaris tenggelam itu amalun ghoyru sholih (hasil perbuatan yang tidak sholeh), bukan si bocah perbuatannya tidak sholeh. Iya, umpama perbuatane si bocah memang tidak sholeh, ya, tidak salah. Tetapi salah satu makna masdar adalah hasil perbuatan. Jadi, Kan'an adalah hasil perbuatan yang ghairu sholeh. Perbuatan ghoiru sholeh apa yang sampai dapat menghasilkan anak... ? ini maknanya masdar.
Karena masdar bukan perbuatan maka dia tidak mempengaruhi i'rob (kecuali nanti pada bab masdar yang beramal sebagaimana fi'ilnya) sehingga masdar dipengaruhi oleh pekerjaan yang mengakibatkan i'robnya mudah terpengaruh atau mu'rob.

D. Fi'il Amar

Amar artinya perintah. Karena perintah maka harus dilakukan sesuai dengan apa yang diperintahkan. Tidak boleh menyalahi perintah. Dari sini dapat diambil sebagai patokan bahwa fi'il amar beri'rob tetap (dalam bahasa Nahwu dia dinamakan mabni).

No comments:

Post a Comment