Thursday, June 19, 2008
















KODIFIKASI HADIS,
USAHA DAN KERJA NAN TAK KENAL PAMRIH


A. Pengantar
Bangsa Arab belum dikenal dengan kemampuan baca-tulis sampai datangnya Islam sehingga mereka dikenal dengan bangsa yang ummi dan pemuka masyarakatnya juga dipilih dari kalangan mereka yang juga ummi. Pada masa pra-Islam tradisi lisan begitu melekat dalam komunikasi masyarakat, dan dalam satu informasi dinyatakan bahwa hanya 10 orang saja yang memiliki kemampuan baca-tulis ketika itu.
Sebelum datangnya Islam terdapat tulisan-tulisan karya sastra berupa puisi dan sejenisnya yang dikenal dengan sebutan al-muallaqat. Karya sastra yang diciptakan oleh seorang penyair pada masa ini mendapat penghargaan yang tinggi dan pengaruh yang kuat. Penyair bukan saja dianggap sebagai juru bicara dalam suku yang dapat membuat satu suku hidup damai, namun juga dianggap mempunyai kemampuan supranatural.
Datangnya Islam membawa angin segar dalam segala aspek bagi hidup dan kehidupan bangsa Arab. Ajaran Islam yang universal dan abadi untuk segala masa memberikan inisiatif bagi generasi awal Islam untuk mengumpulkan seluruh ajaran dalam bentuk tulisan. Termasuk inisiatif mengumpulkan dan menuliskan hadis dalam suatu kumpulan sehingga mudah diwarisi kandungan ajaran-ajarannya oleh generasi setelahnya. Makalah ini menyorot kodifikasi hadis dengan pijakan bahasan pada (a). bagaimana bentuk dan metode kitab-kitab hadis susunan ulama (b) apakah ada keseragaman dalam hal periodisasi pertumbuhan dan perkembangan hadis, dan (c) bagaimana keadaan kitabah dan tadwin hadis pada masa awal Islam..
B. Kodifikasi Hadis.
Kodifikasi atau dalam bahasa Inggris codification berarti penyusunan (undang-undang dan sebagainya) menurut suatu sistem. Kata ini sepadan cakupan maknanya dengan kata tadwin dalam bahasa Arab.Salah satu yang positif, karena banyak juga yang negatif, penyusunan materi hadis dalam bentuk data tulis tidak dilakukan segera setelah hadis itu keluar adalah menunjukkan betapa kuat kemampuan menghafal bangsa Arab.
Ilmuwan-ilmuwan Islam yang salaf dan khalaf maupun ilmuwan non-Islam tidak ada yang mengatakan dan meyakini bahwa seluruh hadis yang ada adalah sahih atau asli semuanya. Begitu pun sebaliknya. Rentang waktu pembukuan hadis dari masa keluarnya hadis terpaut sangat jauh menyebabkan sebagian orang memustahilkan keotentikan hadis.
Para ulama tidak seragam dalam menyusun periodisasi pertumbuhan dan perkembangan hadis termasuk masalah kodifikasi hadis. Di antara mereka ada yang membaginya menjadi lima periode bahkan ada yang hingga ujuh periode.
Dalam penulisan hadis dikenal dua istilah yang harus dibedakan, yakni kitabat al-hadis dan tadwin al-hadis. Kitabat al-hadis atau penulisan hadis secara individu telah terjadi sejak Nabi saw masih hidup.
حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عُلَيَّةَ حَدَّثَنَا خَالِدٌ الْحَذَّاءُ عَنْ ابْنِ أَشْوَعَ عَنْ الشَّعْبِيِّ حَدَّثَنِي كَاتِبُ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ قَالَ كَتَبَ مُعَاوِيَةُ إِلَى الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ أَنْ اكْتُبْ إِلَيَّ بِشَيْءٍ سَمِعْتَهُ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَتَبَ إِلَيْهِ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ اللَّهَ كَرِهَ لَكُمْ ثَلَاثًا قِيلَ وَقَالَ وَإِضَاعَةَ الْمَالِ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ
Ya’qub bin Ibrahim menceritakan kepada kami (dia berkata), Isma’il bin bin ‘Ulyah menceriatakan kepada kami (dia berkata) Khalid al-Hadda’ menceritakan kepada kami dari Ibn Aswa’ dari al-Sya’bi (dia berkata) sekretaris Mughirah bin Syu’bah menceriatakan kepada saya (dia berkata): Mu’awiyah mengirim surat kepada al-Mughirah bin Syu’bah agar menuliskan apa-apa yang didengar dari Nabi saw kemudian al-Mughirah menulis kepdanya (dia berkata) saya mendengar dari Nabi saw beliau bersabda : sesungguhnya Allah membenci dari kamu seklaian tiga hal : senang berkata katanya-katanya, menghambur-hamburkan harta dan banyak meminta.
Dari kegiatan kitabat al-hadis menghasilakan beberapa kumpulan yang dikoleksi oleh pribadi masing-masing penulis. Yang paling terkenal adalah kumpulan hadis yang dimiliki oleh Abdullah ibn Amr ibn ‘Ash (w. 63 H) memuat 1000 hadis yang dikenal dengan sebutan shahifah al-shadiqah. Selain shahifah ini para sahabat juga banyak mempunyai tulisan untuk dirinya sendiri. Tercatat nama-nama Jabir ibn Abdullah ibn Amr Haram (w.78 H), Anas ibn Malik (w. 93 H), Abu Hurairah (w. 59 H), Umar ibn Sa’ad atau dikenal dengan Abu Syah, Abu Bakar al-Shiddiq (w. 13 H), Ali bin Abi Thalib (w. 40 H), Abdullah ibn Abbas (w. 68 H) dan banyak lagi sahabat yang menyimpan tulisan hadis untuk dirinya sendiri termasuk para sahabat wanita semisal ummul mukminin Hafshah.
Para sahabat tidak menyebarkan tulisan-tulisan hadisnya kepada yang lain terkait dengan larangan Nabi menulis selain al-Qur’an. Akan tetapi pada waktu yang lain Nabi bahkan pernah menyuruh menuliskan hadis darinya yang diminta oleh beberapa sahabatnya. Para sahabat juga sering saling meminta catatan di antara mereka sebagaimana kasus Mu’awiyah. Dari sini terlihat bahwa larangan Nabi untuk menulis hadis dan sabda Nabi yang membolehkannya sama-sama efektif. Para sahabat tidak berani menulis hadis atau meneybarkan kapada orang lain yang sekiranya akan melalaikan dari al-Qur’an, akan tetapi mereka menuliskan hadis untuk dirinya sendiri. Shahifah-shahifah di atas merupakan sumber utama kitab-kitab hadis yang disusun oleh ulama yang datang kemudian.
Setelah Islam tersebar ke seluruh jazirah Arab dan meluas ke daerah lain serta terjadinya fitnah di kalangan kaum muslimin dengan banyaknya hadis palsu dan kecenderungan melemahnya kekuatan menghafal bangsa Arab dan juga meninggalnya banyak ulama hadis, khalifah Umar bin Abdul Aziz (w. 101 H) meintruksikan kepada Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm (gubernur Madinah w. 117 H) dan para ulama Madinah untuk mengumpulkan hadis dari para penghafalnya kemudian mengumpulkannya dalam sebuah kitab.
Kegiatan kodifikasi dimulai dengan latar belakang dan pertimbangan utama khalifah Umar bin Abdul Aziz dalam intruksi ini tercatat dalam riwayat sunan al-Darimi yang berbunyi:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَسَّانَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُسْلِمٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ قَالَ كَتَبَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ إِلَى أَهْلِ الْمَدِينَةِ أَنْ انْظُرُوا حَدِيثَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاكْتُبُوهُ فَإِنِّي قَدْ خِفْتُ دُرُوسَ الْعِلْمِ وَذَهَابَ أَهْلِهِ
“Yahya bin Husain menceritakan kepada kami (dia berkata): Abdul ‘Aziz bin Muslim menceritakan kepada kami dari Abdullah bin Dinar dia berkata: umar bin Abdul ‘Aziz berkirim surat kepada ulama-ulama Madinah (isinya) agar mereka memperhatikan hadis-hadis Nabi saw dan supaya menulisnya kaena saya khawatir akan lenyapnya ilmu dan hilangnya para ulama”.
Intruksi yang sama juga ditujukan kepada Muhammad ibn Syihab al-Zuhri (w. 124 H) yang dinilai khalifah sebagai orang yang lebih banyak mengetahui hadis dari pada lainnya. Yang dimaksud dalam kodifikasi atau tadwin di sini adalah pembukuan secara resmi atas perintah khalifah.
Metode kodifikasi hadis
Setelah digalakkannya penulisan hadis oleh khalifah Umar bin Abdul Aziz, para ulama generasi berikutnya banyak menyusun kitab-kitab hadis dengan bermacam-macam metode.
1. al-Masanid
yaitu kitab kumpulan hadis dengan rawi satu sahabat menempati tempat tersendiri dengan tidak memperhitungkan kualitas hadis. Urutan nama sahabat disusun secara alphabetis sesuai urutan huruf hijaiyah. Cara ini adalah yang terbanyak di samping dengan urutan suku atau berdasar pada yang paling awal masuk Islam atau asal negaranya.
Kitab musnad susunan para ulama berjumlah sangat banyak. al-Kittani menyebut ada sekitar 82 musnad. Di antara kitab musnad yang terkenal adalah Musnad al-Syafi’i (w. 204), musnad al-Humaidy (w.219 H), musnad Ahmad bin Hanbal (w. 241 H).
2. al-Ma’ajim
yaitu kitab kumpulan hadis yang disusun berurutan berdasar nama sahabat atau guru-guru penyusun secara alphabetic hijaiyah. Kit ab mu’jam yang terkenal adalah al-Mu’lam al-Kabir karya Abul Qasim Sulaiman bin Ahmad al-Thabrani (w. 360 H) yang berisi musnad-musnad para sahabat yang disusun berdasar huruf mu’jamah (kamus). Al-Mu’jam al-Awsath dan al-Mu’jam al-Shaghir juga susunan al-Thabrani serta Mu’jam al-Buldan karya Abu Ya’la Ahmad bin Ali al-Mushili (w. 307 H)
3. al-Jawami’
Yaitu kitab kumpulan hadis yang memuat seluruh bagian pembahasan agama, meliputi ibadah, akidah, sirah dan lain-lain. Kitab al-jami’ yang terkenal adalah al-Jami’ al-Shahih li al-Bukhori (w. 256 H), al-Jami’ Shahih li Muslim (w. 261 H), al-Jami’ li al- Tirmidzi (w. 279 H).
Dua yang disebut pertama dinilai sebagai kitab hadis yang paling akurat data kesahihannya di antara kitab-kitab hadis yang lain. Sedang yang disebut terakhir sering dinamakan dengan Jami’ al-Tirmidzi, Sunan al- Tirmidzi, al-Jami’ al-Kabir.
4. Penulisan hadis berdasarkan pembahasan fiqh
Yaitu susunan kitab hadis dengan menyebutkan bab-bab fikh. Namun kadang-kadang juga menyebutkan bab yang tidak berhubungan dengan fikh seperti bab iman atau adab. Kitab yang disusun dengan cara ini meliputi:
Pertama, al-Sunan yaitu kitab yang disusun berdasarkan bab-bab fikh dan berisi hadis-hadis marfu’ saja sehingga lebih mudah dijadikan sebagai pengambilan sumber hukum. Kitab yang tekenal diantaranya adalah Sunan Abi Dawud susunan al-Imam Sulaiman al-Sijistani (w.275 H), Sunan al-Nasa’i karya Abdurrahman bin Syu’aib al-Nasai (w.303 H).
Kedua, al-Mushannafat, yaitu kitab yang disusun berdasar bab-bab fikh dan memuat hadis marfu’, mauquf dan maqthu, termasuk juga fatwa sahabat dan tabi’in. karya terkenal model ini di antaranya al-Mushannaf karya Abu Bakar Abdurrazaq bin Hamman al-Shan’ani (w. 211 H), al-Mushannaf karya Abu Bakar Abdullah bin Muhammad al-Kufi (w. 235 H.), al-Mushannaf karya Baqiy bin Makhlad al-Qurtubi (w. 276 H)
Ketiga, al-Muwaththa’at sama dengan al-Mushannaf hanya beda nama saja. Karya terkenal model ini adalah al-Muwaththa’ karya Imam Malik bin Anas (w. 179 H), al-Muwaththa’ karya Ibnu Abi Dzi’b Muhamad bin Abdurrahman al-Madani (w.158 H), dan al-Muwaththa’ karya Abu Muhammad Abdullah bin Muhamad al-Marwazi (w. 239)
5. Karya Tematik
Yaitu kitab yang disusun berdasar tema-tema tertentu. Karya yang ada di antaranya al-Targhib wa al-Tarhib susunan Zakiyuddin Abdul Azhim bin Abd al-Qawiy al-Mundziri (w. 656 H), Riyadh al-Shalihin karya Abi Zakariya Yahya bin Syaraf al-Nawawi (w. 676 H)
6. Kumpulan hadis hukum fikh
Yaitu kitab tentang hadis-hadis hukum fikh saja. Di antaranya adalah al-Ahkam karya Abdul Ghani bin Abdul Wahid al-Maqdisi (w. 600 H), Bulugh al-Maram min Adillat al-Ahkam karya Ibn Hajar al-Asqalani (w. 852 H).
7. Merangkaikan al-Majami’
Yaitu kitab yang berisi kumpulan hadis dari koleksi beberapa kitab mushannaf. Karya yang terkenal adalah Jami’ al-Ushul min Ahadis al-Rasul karya Abu al-Sa’adat yang dikenal dengan sebutan Ibn al-Atsir (w.606 H)
8. Al-Ajza’
Yaitu kitab kecil yang berisi kumpulan riwayat seorang perawi hadis atau berkaitan dengan satu masalah tertentu. Seperti kitab Juz’u ma rawahu Abu Hanifah ’an Al-Ahabah, karya Abu Ma’syar Abdul Karim bin Abd al-Shaad al-Thabari dan Juz’u Raf’il Yadain fi al-Shalat karya al-Bukhori.
9. Al-Athraf
Yaitu setiap kitab yang hanya menyebutkan sebagian hadis yang dapat menunjukkan lanjutan hadis dimaksud. Seperti Athraf al-Shahihain karya Muhammad Khalal bin Muhammad al-Washithi (w. 401 H) dan Ithaful Asyraf bi Ma’rifat al-Athraf karya Ibn Hajar al-Asqalani (w.852 H)
10. Kumpulan hadis yang masyhur dan sering diucapkan di kalangan masyarakat.
Seperti al-Durar al-Muntashirah fi al-Ahadis al-Musytaharah karya Jalaluddin al-Suyuti (w. 911 H) dan al-Fawaid al-Majmu’ah fi al-Ahadis al-Maudhu’at karya al-Syaukani (w. 125)
11. Al-Mustadrak
yaitu kitab yang berisi kumpulan hadis yang memenuhi syarat dari penyusun kitab lain namun belum dimuat dalam kitab tersebut. Seperti al-Mustadrak ‘ala al-Shahihain karya Abu Abdullah al-Hakim.
12. al-Mustakhrajat
yaitu kumpulan hadis yang diambil dari riwayat penyusun lain dengan sanad yang berbeda dengan sanad penyusun. Seperti al-Mustakhrajat ‘ala al-Shahihain karya Abu Nu’aim al-Asbahani
Isu yang terkandung dalam sebuah hadis sering kali terlihat terlalu spesifik dan tampak berdiri sendiri. Hal ini tidak lepas dari kecenderungan para penulis kitab-kitab hadis dalam menyusun bab-babnya. Betapa sistematika penyusunan hadis dalam banyak kitab mengesankan keterpisahan dengan ayat-ayat al-Qur’an. Banyak tema yang disebut dalam hadis tetapi tidak dibicarakan oleh al-Qur’an, misalnya bab tentang keutamaan sahabat. Tetapi karena salah satu fungsi hadis sebagai tabyin li al-Qur’an adalah mengaktualkan kandungan al-Qur’an, maka bukan tidak disengaja muatan hadis lebih detail dan bersifat teknis. Karenanya, dalam banyak hal, aturan hukum Islam kelihatan hanya merujuk kepada hadis karena di sini disebut lebih detail dan rinci. Di sini hadis menjadi pointer in a direction, seperti ditunjukkan oleh Fazlurrahman bukan sebagai an exactly laid-out series of rules.
C. KESIMPULAN
1. Kitab-kitab hadis susunan ulama yang menghimpun hadis mengikuti metode tertentu yang memudahkan pembaca mencermati kitab dan materi yang tercakup di dalamnya.
2. Para ulama tidak seragam dalam menyusun periodisasi pertumbuhan dan perkembangan hadis termasuk masalah kodifikasi hadis.
3. Larangan Nabi untuk menulis hadis dan sabda Nabi yang membolehkannya sama-sama efektif berpengaruh pada para sahabat sehingga masa-masa awal Islam para sahabat tidak berani menulis hadis atau menyebarkan kapada orang lain. Akan tetapi pada masa sesudahnya inisiatif membukukan hadis mengemuka melihat kelangsungan hadis yang diperlukan bagi generasi mendatang.

DAFTAR BACAAN
al-Qur'an dan Terjemahannya Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur'an Departemen Agama, 1982.
al-Baghdadi, ‘Ajja Khatib, Ushul al-Hadis, Ulumuh wa musthalahuh, Beirut: Dar al-Fikr, 1989.
al-Qaththan, Syaikh Manna’, Mabahits fi Ulum al-Hadis, edisi Indonesia Pengantar Studi Ilmu Hadis, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2005.
al-Thahan, Mahmud, Taysir Mustalah al-Hadis, Surabaya: Bungkul Indah, t.th.
Arif, Syamsuddin, Gugatan Orientalis terhadap Hadis dan Gaungnya Di Dunia Islam dalam Jurnal al-Insan, Depok: Gema Insani Press, 2005.
Ash-Shidiqy, Teungku Muhammad Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Semarang: Pustaka Rizki putra, 1999.
Echols, John M. dan Hassan Shadily, an English-Indonesian Dictionary, Jakarta: Gramedia, 1992.
Musahadi, Evolusi Konsep Sunnah, Semarang: Aneka Ilmu, 2000.
Ranuwijaya, Utang, Ilmu Hadis, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1996.
Sutiasumarga, Males, Kesusatraan Arab, Jakarta: Zikrul Hakim, 2000.
Zuhri, Muh., Telaah Matan Hadis, Yogyakarta: Lesfi, 2003.

No comments:

Post a Comment