Sunday, May 11, 2008

TERJEMAH AL-QUR'AN ‎

TERJEMAH AL-QUR'AN ‎


A.‎ Pendahuluan
Al-Qur'an merupakan petunjuk bagi seluruh umat. Al-Qur'an menegskan ‎dirinya bahwa dia adalah bukan hanya petunjuk bagi mereka yang muttaqin (QS ‎al-Baqarah : 2), namun ia juga petunjuk bagi siapa saja yang yang ia harus dapat ‎dipahami oleh umat manusia yang bahasanya berbeda dengan bahasa al-Qur'an, ‎bahasa Arab. Bahkan, tidak sedikit orang-orang yang ada di wilayah Arab dan ‎hidup dengan menggunakan bahasa Arab tetapi mereka tidak mengerti apa yang ‎dimaksud dalam al-Qur'an sebab al-Qur'an mempunyai keindahan bahasa yang ‎sangat tinggi.‎
Al-Qur'an juga berulang kali menekankan supaya pembaca al-Qur'an ‎tidak hanya sekedar membaca teks tanpa memehami isinya, namun juga agar ‎pembaca mampu memahami isi maupun pesan teks tersebut. Penekanan itu dalam ‎bentuk yang sharih berupa afala yatadabbarun (QS Muhammad : 24), afalam ‎yudabbiru (QS al-Mu'minun : 68), dan afala tatafakkarun atau afala ta'qilun pada ‎banyak tempat. Untuk dapat melaksanakan perintah tadabbur, tafakkur, dan lain ‎sebagainya terhadap ayat-ayat al-Qur'an seseorang yang tidak menguasai bahasa ‎Arab terlebih mereka yang berbahasa ibu bahasa Arab tentu membutuhkan sarana ‎terjemah al-Qur'an. Di samping bentuk sharih untuk tadabbur atau memahami ‎pesan al-Qur'an, terdapat juga perintah tidak langsung akan hal tersebut.‎
Dalam makalaha ini akan disajikan terjemah al-Qur'an dalam dua karya ‎besar ilmuwan 'Ulum al-Qur'an dari kitab Manahil al-Irfan karya al-Zarqani dan ‎Mabahith fi 'Ulum al-Qur'an karya al-Qattan.‎


B.‎ Terjemah al-Qur'an dalam Karya al-Qattan
Bab ini diawali oleh al-Qattan dalam kitabnya Mabahits fi Ulum al-‎Qur'an, dengan paparan bahwa al-Qur'an yang bi lisanin 'arabiyyin mubin namun ‎tidak dikhususkan hanya bagi mereka yang bercakap dengan bahasa Arab. Al-‎Qur'an ditujukan kepada siapa saja mereka "yang mau" dengan al-Qur'an, baik ‎Arab maupun 'ajam. Juga paparan mengenai bahasa Arab yang kemudian menjadi ‎‎"bahasa Islam" mengingat al-Qur'an yang diturunkan dalam bahasa itu. ‎
Bahasan terkemudian adalah tentang maksud dari terjemah al-Qur'an, ‎baik terjemah harfiyyah maupun tafsiriyyah.‎
Terjemah harfiyyah menurut al-Qattan adalah memindah bahasa dari ‎bahasa satu ke bahasa lainnya dengan kosa kata yang semaksud sesuai dengan ‎susunan bahasa asalnya. Sedang terjemah tafsiriyyah adalah menjelaskan makna ‎al-Qur'an dengan bahasa yang berbeda tanpa terikat dengan susunan bahasa ‎aslinya. Terjemah seperti ini dikenal pula dengan terjemah ma'nawiyyah. ‎Menterjemah al-Qur'an ke dalam bahasa lain adalah hal yang mungkin, namun al-‎Qattan mengingatkan bahwa terjemah al-Qur'an tetap bukan al-Qur'an.‎
Dalam terjemah ma'nawiyyah, al-Qattan sebagaimana al-Zarqani nanti ‎juga menunjukkan bahwa bahasa Arabnya al-Qur'an mempunyai dua makna, ‎makna asliyyah dan makna tsanawiyah. Ini disebabkan bahwa al-Qur'an ‎merupakan kalam yang baligh. Untuk terjemah ma'nawiyyah, secara hakiki juga ‎dimungkinkan sebagaimana juga terjemah harfiyyah, namun terjemah ini tetap ‎tidak mencukupi dalam mewakili pengungkapan kemu'jizatan al-Qur'an meski ‎hanya dalam sisi susunan bahasa manusia, dalam arti bahasa Arab. Tekanan ‎uatama al-Qattan sekalipun setuju dengan terjemah adalah mengupayakan al-‎Qur'an disampaikan dalam bahasa aslinya mengingat kandungan huruf-hurf al-‎Qur'an yang seluruhnya adalah mu'jizat.‎
Bahasan selanjutnya adalah membaca al-Qur'an berbentuk terjemah ‎dalam sholat. Dalam kaitan ini, al-Qattan meunujuk pendapat yang pro dan ‎kontra, seperti biasa dan ikhtilaf fiqh. Terlepas kepada pendapat yang pro atau ‎yang kontra tentang ini al-Qattan setuju, namun bahasan al-Qattan tentang ‎terjemah tidak sedetail apa yang diungkapkan oleh al-Zarqani. ‎
C.‎ Terjemah al-Qur'an dalam Karya al-Zarqani
Panjang sekali al-Zarqani membahas bab terjemah dalam kitab Manahil ‎al-'Irfan ini. Tertampung dalam juz terakhir dalam karya 2 juz ini, bab terjemah ‎mendapat porsi sekian puluh halaman dan dibahas pada mabhas ketiga belas. ‎
Sebelum memulai bahasannya, al-Zarqani mengantarkan bahwa pembahasan ‎tentang terjemah adalah pembahasan yang penting mengingat bahasan terjemah ‎menjadi perdebatan para pakar, dahulu hingga kini, utamanya berkaitan dengan ‎hukum menterjemah kitab suci termasuk juga kaitannya dengan hukum membaca ‎al-Qur'an sebagai kitab suci dalam versi terjemahnya, apalagi dibaca sebagai ‎bacaan shalat di antara mereka yang pro dan mereka yang kontra. Menunjukkan ‎pula ragam variasi terjemahan al-Qur'an dalam sekian banyak bahasa, di ‎antaranya dalam bahasa Inggris, Perancis, Jerman, dan Itali sebagai versi terjemah ‎al-Qur'an yang paling banyak diterbitkan. Juga bahasa Persia, Turki, China, Latin, ‎Urdu, bahkan dalam bahasa Jawa. Hanya saja terjemah bahasa Jawa ditunjukkan ‎baru diterbitkan dalam satu terbitan, seperti juga yang lain tidak ditunjuk karya ‎siapa dan kapan-dimana diterbitkan.‎
Diawali dengan pembahasan makna terjemah dari sisi bahasa dan ‎kemudian dalam pengertian 'urf. Bahwa terjemah dalam bahasa Arab tarjamah ‎setidaknya memiliki empat makna yang terfokus pada makna menjelaskan, ‎namun ternyata makna terjemah berbeda dengan makna tafsir, juga ta`wil, yang ‎bermakna menjelaskan pula. Dalam pengertian 'urf, tafsir di sini merupakan ‎bagian dari terjemah di mana dalam terjemah terdapat terjemah harfiyah dan ‎terjemah tafsiriyah. Terjemah dalam pengertian 'urf sendiri bermakna penjelasan ‎atas makna suatu kalimat dari satu bahasa dengan bahasa yang lain tanpa ‎meninggalkan tujuan utama atas makna sempurna kalimat yang dijelaskan.‎
Dengan pengertian ini, maka menurut al-Zarqani terjemah tafsiriyah ‎merupakan penjelasan atas makna suatu kalimat dengan penjelasan yang ‎memadai sekalipun harus menyalahi kalimat asal demi memenuhi tercapainya ‎maksud penjelasan. Hal ini berbeda dengan terjemah harfiyah yang berusaha ‎menjelaskan dengan tetap terikat susunan kalimat asal.‎
Dalam kedua cara terjemah, terdapat hal-hal yang mesti dipenuhi yaitu :‎
‎1.‎ Penterjemah mutlak harus memahami penggunaan kedua bahasa.‎
‎2.‎ Memahami karakter susunan kalimat.‎
‎3.‎ Terjemahan harus memenuhi makna termaksud dalam susunan kalimat.‎
‎4.‎ Terjemahan harus terpisah dari kalimat asal.‎
Meskipun sama-sama bermaksud menjelaskan, terdapat perbedaan ‎mencolok di antara keduanya, yaitu ;‎
‎1.‎ Dalam terjemah pengguanaan kalimat terjemahnya merupakan susunan ‎tersendiri, lepas dari kaidah kalimat asal. Berbeda dengan tafsir yang masih ‎berusaha menjaga, setidaknya mempertimbangkan, kesesuaian dengan ‎kalimat asal.‎
‎2.‎ Dalam terjemah tidak mungkin terjadi istidrod (pembuangan kalimat) ‎sehingga jika dalam kalimat asal terjadi kesalahan, maka dalam terjemahan ‎juga mengikuti. Sementara dalam tafsir, memungkinkan adanya istidrod demi ‎memenuhi maksud dari tafsir dari sisi fiqhnya saja, akidahnya saja, sastranya ‎saja atau lainnya sehingga apa yang tidak ingin dibahas dalam tafsir tidak ‎dihiraukan.‎
‎3.‎ Dalam terjemah harus memenuhi kesempurnaan makna termaksud. Sedang ‎dalam tafsir hanya mengacu pada keinginan menjelaskan maksud kalimat ‎sesuai dengan sudut pandang penafsir meskipun harus meninggalkan sudut ‎yang lain.‎
‎4.‎ Dalam terjemah diusahakan kesesuaian dengan seluruh makna kalimat asal.‎
Al-Zarqani mengingatkan tentang terjemah dan tafsir dengan bahasa yang ‎jauh berbeda dengan bahasa asal. Dalam hal ini, antara tafsir yang menggunakan ‎bahasa asing dengan terjemah tafsiriyah cenderung sama. Akan tetapi, kata al-‎Zarqani, perlu juga disampaiakan bahwa :‎
‎1.‎ Tidak ada perbedaan yang urgen antara terjemah harfiyyah dan terjemah ‎tafsiriyah secara hakikat, di mana keduanya berusaha menjelaskan makna.‎
‎2.‎ Tafsir dengan bahasa yang sesuai dengan bahasa asal tidak berbeda dengan ‎tafsir dalam bahasa asing.‎
Mengingat al-Qur'an adalah kalam suci, maka seperti apapun usaha ‎penterjemahan dan penafsiran tentu bukanlah kalam suci. Terjemah tetap ‎terjemah dan tafsir tetap tafsir pula. Kalam al-Qur'an adalah mu'jizat dan terjemah ‎maupun tafsir bukanlah mu'jizat. Kedua usaha dalam terjemah dan tafsir adalah ‎usaha menangkap makna al-Qur'an yang terdiri atas makna asli dan makna ‎tsanawi. Usaha ini adalah dalam rangka menemukan hidayah al-Qur'an yang oleh ‎al-Zarqani terdiri atas hidayah 'ammah, hidayah tammah, dan hidayah wadhihah. ‎Bahasan hidayah ini mengungkap nilai tingginya usaha terjemah dan tafsir bagi ‎pemahaman umat manusia, bahkan jin, atas al-Qur'an.‎
Pembahasan terpanjang dalam karya al-Zarqani tentang terjemah ini ‎setelah mengemukakan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan terjemah ‎dan tafsir beserta sedikit contohnya adalah pembahasan tentang pro-kontra ‎terjemah dan pembacaanya dalam shalat atau dalam kesempatan lain. Hal ini ‎mengingat bahwa apa yang ada dalam al-Qur'an yang ditunjuk bi lisanin ‎‎'arabiyyin mubin secara keseluruhan adalah mu'jizat. Tidak sebagaimana ‎pandangan Mu'tazilah yang menganggap al-Qur'an adalah mu'jizat jika berupa 30 ‎juz penuh, al-Zarqani menunjuk bahwa tiap huruf al-Qur'an adalah mu;jizat ‎sehingga dalam bahasannya al-Zarqani juga mengetengahkan bahasan al-ta'abbud ‎bi tilawatil qur`an. ‎
Sebelum mengakhiri bahasan ini, al-Zarqani memaparkan pendapat para ‎ulama tentang terjemah al-Qur'an. Juga pandangan ulama al-Azhar. Seperti dalam ‎bab lainnya setelah akhir pembahasan, al-Zarqani selalu menutup dengan untaian ‎do'a. Begitu pun dalam bab terjemah ini, al-Zarqani menutup dengan senandung ‎permohonan kepada Dia yang serba Maha.‎
أحسن الله لنا الخاتمة وجمعنا جميعا على الحق والرشد وجعلنا ممن يستمعون القول فيتبعون ‏أحسنه أولئك الذين هداهم الله وأولئك هم أولوا الألباب

No comments:

Post a Comment